Pages

Subscribe:

Jumat, 21 September 2012

Biadab, Sop Kucing Pun Ternyata Ada di China


>
Masih ingat Sop Janin (baca: Terkutuk, Sop Janin Ternyata Benar Benar Ada) ? atau mungkin Telur Rebus Urine (baca: Negeri GILA, Telur Rebus Urine Pun Dijadikan Makanan Favorit) ? Kini kami temukan lagi kegemaran aneh sebuah negeri Gila yang tak kalah menjijikkan. Sebenarnya berita ini sudah lama kami tahu hanya saja kami lupakan.
Tanggal 13 Oktober 2010 silam, jagat maya pernah dihebohkan dengan berita tentang proses memasak kucing untuk disajikan di salah satu restoran diGuangzhou, China. Proses memasak sop kucing itu tergolong sangat biadab.
Berita tersebut sudah lama beredar, hanya kami tertarik mengulasnya kembali mengingat semakin banyaknya masakan aneh yang sedang mewabah di China. Kami pun sempat mempostingnya beberapa bulan lalu. Tapi belum sempat kami publish. Mungkin saat ini berita dan foto tentang proses memasak sup kucing dengan cara merebus kucing hidup-hidup sudah semakin menyebar luas di berbagai website di China dan Inggris.
Dan bukan tidak mungkin dalam waktu singkat berita dan foto-foto itu akan menyebar lewat jejaring sosial ke seluruh dunia. Ada berbagai teknik dalam memasak hewan kucing ini. Ada yang lebih dulu dipukuli sampai mati, ada pula yang direbus hidup-hidup.
Menurut cerita, orang Cina memang suka makan daging kucing karena dianggap bagus untuk kesehatan dan bisa menyeimbangkan unsur “Yin” dan “Yang” dalam tubuh manusia. Foto-foto sup kucing atau sop kucing di China dan Taiwan juga proses pembuatannya bisa dilihat pada gambar di bawah ini :
Melihat berbagai jenis makanan yang tak lazim disantap di China dan Taiwan, mungkin ini disebabkan karena orang-orang disana sangat terobsesi dengan kesehatan, umur panjang dan keseimbangan unsur “Yin” dan “Yang” dalam tubuh, sehingga segala jenis makanan apapun dimakan asal stamina tetap fit dan sehat.
Tapi jika dipikir-pikir, apa ini sebanding? mie instant Indomie dilarang untuk dimakan, sementara mereka mengkonsumsi makanan dari bahan yang berupa bayi atau janin yang baru lahir dan juga kucing, binatang peliharaan yang banyak digemari orang. Berita dan fotonya yang lebih banyak bisa klik dilink ini.

Menikahkan Pasangan Tanpa Busana, Layakkah Disebut Pemuka Agama?


>
Ulah Pendeta Austria dan dua jemaatnya ini tidak terpuji dan jangan ditiru! Alih-alih menyelenggarakan pesta pernikahan yang tak terlupakan seumur hidup, digelarlah akad nikah tanpa busana di kastil Feldkirchen, Austria.
Kedua mempelai pernikahan gila itu adalah Melanie Schachner (26) dan Rene Schachner (31). Setelah menanggalkan seluruh pakaian, kedua mempelai itu mengucap janji setia di sebuah kastil, di Feldkirchen, Austria (15/4/2011). Mempelai wanita hanya mengenakan kerudung tradisional dan sepatu berhak tinggi. Sedangkan mempelai pria hanya mengenakan topi untuk menutupi organ intimnya.
Tampil nudis tanpa selembar benang pun, tak membuat mereka malu. Justru Pendeta dan tamu undangan yang merasa rikuh melihat penampilan mereka. “We’re not ashamed of our bodies and we wanted to do something different. It certainly saved on a wedding dress,” ujar Melanie, seperti dikutip dari Daily Mail. (Kami tidak malu dengan tubuh kami, dan kami ingin melakukan hal yang berbeda).
….Setelah menanggalkan seluruh pakaian, kedua mempelai itu mengucap janji setia di sebuah kastil Feldkirchen, Austria….
Selain ingin tampil beda dengan konsep pernikahan tak terlupakan, mereka juga merasa bisa menghemat biaya pernikahan. Mereka tak harus menyewa atau membeli busana pernikahan yang supermahal.
Bukan hanya Melanie dan Rene yang nekat menikah tanpa busana. Pada 2009, pasangan asal Australia, Ellie Barton dan Phil Hendicott, juga melakukan konsep pernikahan serupa. Kala itu, Ellie dan Phil menerima tantangan setelah memenangi sebuah kompetisi di radio. Mereka mendapat hadiah pernikahan gratis, asal tanpa balutan busana.
Selain mereka, masih ada sejumlah pasangan yang memilih menanggalkan tuksedo dan gaun pernikahan bertabur kristal untuk menikah. Pada perayaan Valentine 2003, sebanyak 29 pasangan tanpa busana mengucap janji di Resor Hedonisme III, di Runaway Bay, St Ann. Itu menjadi salah satu pesta pernikahan tanpa busana terbesar. [silum/trb, dailymail]
Gimana pendapat pembaca situslakalaka, jika seorang pemuka agama dengan terang terangan melakukan perbuatan yang “LUCU”, bagaimana dengan pengikutnya? contoh diatas diduga hanyalah satu yang tampak, karena diduga masih banyak proses pernikahan tanpa busana lain yang tentu saja dilakukan oleh kaum dari negeri yang cuma sekedar memiliki akal tanpa tahu bagaimana menggunakannya.

Hanya Di CHINA, Makhluk Hidup Dijual Sebagai Gantungan Kunci !!


>
Belum habis kebiadaban cerita sup janin, telor rebus urine dan sop kucing, kini menurut sebuah laporan berita di media China, tren baru di China adalah tentang penjualan ikan hidup, kura-kura Brazil atau salamander raksasa muda yang ditaruh dan disegel di kantong plastik kedap udara layaknya gantungan kunci.
Setiap paket panjangnya sekitar 7 cm dan diisi dengan air berwarna bersama dengan hewannya. Para penjual PKL ini mengklaim air berwarna itu kaya nutrisi, tetapi ternyata hanya bohong. Tanpa oksigen dan makanan, hewan bisa hidup hanya untuk beberapa hari jika mereka beruntung. Hal yang paling menyedihkan adalah ternyata praktek tersebut legal di China.
Adab untuk memperlakukan hewan dengan baik hampir tidak ada di Cina. Hanya baru-baru ini negara China melarang hewan di sirkus dimana hewan-hewan tersebut diperintahkan untuk melakukan trik yang tak terbayangkan. Daging hewan juga hidangan eksotis di restoran kebun binatang.
Negara ini memiliki Undang-Undang Perlindungan Satwa Liar yang berlaku hanya untuk binatang liar. Ikan dan reptil tidak termasuk kategori ini dan karenanya hukum tidak bisa melindungi mereka. Para aktivis Penyayang binatang yang menyuarakan protes terhadap penjualan ini tidak bisa berbuat banyak tanpa undang-undang yang mendukung.
Dua ikan mas disegel dalam kantong plastik dan dijual sebagai gantungan kunci ditampilkan di sebuah warung pinggir jalan di Beijing, Cina pada tanggal 12 April 2011, 1 buah dijual 10 yuan.(sekitar 14.000 rupiah).

Mush’ab Bin Umair, Duta Islam Yang Pertama


>
Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya Orang kaya dan terpandang. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagaimana dialami Mush’ab bin Umair.
Serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, riwayat yang akan meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah ceritera tentang keimanan, menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan Sungguh, suatu riwayat penuh pesona. Menjadi bunga majlis tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para anggota dan teman-temannya. Gayanya yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.
Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam. Keraguannya tiada berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja didorong oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan para shahabatnya, tempat mengajamya ayat-ayat al-Quran dan membawa mereka shalat beribadat kepada Allah Yang Maha Akbar.
Baru saja Mush’ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush’ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.
Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam.
Adalah Khunas binti Malik yakni ibunda Mush’ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush’ab menganut Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.
Bahkan walau seluruh penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush’ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush’ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.
Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majlis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya. Ketika keberadaannya diketahui, Berdirilah Mush’ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Mekah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.
Ketika sang ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai — demi melihat nur atau cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan patut diindahkan — menimbulkan suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakan Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya amat rapat.
Demikianlah beberapa lama Mush’ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah ini Mush’ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lain pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para shahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.
Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah saw. Demi memandang Mush’ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush’ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka –pakaiannya sebelum masuk Lslam — tak obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna warni dan menghamburkan bau yang wangi
Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bihirnya tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush’ab kepada agama yang lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri.
Akhir pertemuan Mush’ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil satu keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush’ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.
Demikian Mush’ab meninggalkari kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar,
Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai’at kepada Rasulullah di bukit ‘Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai peristiwa besar
Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai’at di bukit ‘Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-nya.
Di Madinah Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zararah. Dengan didampingi As’ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah- rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; KitabSuci dari Allah, menyampaian kalimattullah “bahwa Allah Tuhan Maha Esa” secara hati-hati
Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta shahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush’ab dengan menyentakkan lembingnya
Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush’ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi “Mush’ab yang baik” tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah. Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush’ab dan As’ad bin Zararah, bentaknya: “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!”
Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam…, laksana terang dan damainya cahaya fajar …,terpancarlah ketulusan hati “Mush’ab yang baik”, dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya: “Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!”
Sebenamya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush’ab untuk berbicara dan meminta petimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengar dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush’ab, dan jika tidak, maka Mush’ab berjanji akan meninggalkan kampung dan masyarakat mereka untuk mencari tempat dan masyauakat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.
“Sekarang saya insaf”, ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan. Demi Mush’ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan menguraikan da’wah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah saw., maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya Dan belum lagi Mush’ab selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada shahabatnya: “Alangkah indah dan benarnya ucapan itu .. ·! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masukAgama ini?” Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi.
Kemudian ujar Mush’ab: “Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah”. Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil meme·ras air dari rambutnya, lain ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah ….
Secepatnya berita itu pun tersiarlah. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa’ad bin Mu’adz. Dan setelah mendengar uraian Mush’ab, Sa’ad merasa puas dan masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa’ad bin ‘Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: “Jika Usaid bin Hudlair, Sa’ad bin ‘Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu…. Ayolah kita pergi kepada Mush’ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!”
Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang tiadataranya,suatukeberhasilanyang memang wajar dan layak diperolehnya· Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu, dan Rasulullah bersama para shahabatnya hijral ke Madinah.
Orang-orang Quraisy semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan tenaga untuk melanjutkan tindakan kekerasan terhadp hamba- hamba Allah yang shalih. Terjadilah perang Badar dan kaum Quraisy pun beroleh pelajaran pahit yang menghabiskan sisa-sisa fikiran sehat mereka, hingga mereka berusaha untuk menebus kekalahan. Kemudian datanglah giliran perang Uhud, dan Kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur barisan. Rasulullah berdiri di tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah “Mush’ab yang baik”, dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.
Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan.
Dengan tidak diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum Muslimin dari puncak bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk, membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau balau. Mlelihat barisan Kaum Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan st?rangan ke arah Rasulullah dengan maksud menghantamnya.
Mush’ab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya, lain maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Dengan demikian dirinya pribadi bagaikan membentuk barisan tentara …
Sungguh, walaupun seorang diri, tetapi Mush’ab bertempur laksana pasukan tentara besar…. Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedang yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam…. Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah. Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceriterakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mush’ab bin Umair.
Berkata Ibnu Sa’ad: “Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-’Abdari dari bapaknya, ia berkata: Mush’ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum Muslimin pecah, Mush’ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah
seorang musuh berkuda, Ibnu ‘Umaiah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mush’ab mengucapkan: Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul’: Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya.
Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil mengucapkan: “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul dan sungguh sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul’: Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak,dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh”
Gugurlah Mush’ab dan jatuhlah bendera…. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada…. Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah pengurbanan dan keimanan. Di saat itu Mush’ab berpendapat bahwa sekiranya ia gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa ada pembela yang akan mempertahankannya.
Demi cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia akan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya dirinya dengan ucapan: “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul” Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca orang….
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia….Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya itu.
Atau mungkin juga ia merasa main karena telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.
Wahai Mush’ab cukuplah bagimu ar-Rahman….
Namamu harum semerbak dalam kehidupan….
Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush’ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.
Berkata Khabbah ibnul’Urrat: “Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah pahala di sisi Allah. Di antara kami ada yang telah berlalu sebelum menikmati’ pahalanya di dunia ini sedikit pun juga. Di antaranya ialah Mush’ab bin Umair yang tewas di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah delagan rumput idzkhir!”
Betapa pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi…. Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya.
Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi hatinya…. Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush’ab bin Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih sayang, dibacakannya ayat: Di antara orang-orang Mukmin terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah..(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)
Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda: Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.
Setelah melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mush’ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru:
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan- tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.
Salam atasmu wahai Mush’ab….
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada….
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Inilah Satu Diantara Pedang Pedang Allah Yang Pernah Tercatat Sejarah


>
Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”
Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab,
“Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat.
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus.
Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.

Inilah Satu Diantara Pedang Pedang Allah Yang Pernah Tercatat Sejarah


>
Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”
Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab,
“Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat.
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus.
Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.

Inilah Satu Diantara Pedang Pedang Allah Yang Pernah Tercatat Sejarah


>
Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”
Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab,
“Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat.
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus.
Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.